Ita Windasari

istriku. azan magrib mengulum matamu. alismu rebah terbangun. rambutmu yang magrib lelap di leherku. kuhikmati ranumnya seperti menyuntuki batubatu tasbih. merah di luar kamar bercengkerama di keningmu. matamu terbuka seumpama fajar terluka. bilal mengundang ke perjamuan magrib. menyantap sumsum alfatiha dan anggur arrahman.

Sabtu, 26 Juni 2010

Sajak M. Aan Mansyur

Pada Persidangan Pertama
darimana pembelaan sebaiknya dimulai?

aku ingat. aku sedang berada di suatu kafe
menikmati batang-batang rokok, kopi pahit
dan kesedihan yang tidak bisa membebaskan
diriku dari cinta kepada seorang perempuan,
ketika seseorang yang kalian sangka aku itu
menuliskan puisi yang kini kalian baca ini.
dia menulis di kamarnya yang penuh cahaya
dan hidup yang redup juga rencana memetik
negara serta rak-rak buku berisikan pameran
benda-benda seni buatan luar negeri

dan sebuah bukti buat meyakinkan...
dan, percayalah, aku akan menunjukkan bukti
percakapan dengan perempuan yang aku cintai
itu, yang mencintai pria lain yang bisa membeli
rumah dan perabot mewah...

aku tahu kisah perselingkuhan selalu lucu,
dan mereka, dalam hati, ingin tertawa—
namun mitos bisa membuat mereka setuju
dalam diam


...sementara uangku cuma mampu menjadi
batang-batang rokok dan kopi pahit yang tambah
pahit saat diminum sambil berpikir perihal perihnya
kegagalan yang mengacaukan hidup berisi pameran
barang usang yang diproduksi berulang-ulang sejak
zaman adam sakit berkali-kali jatuh mencintai
hawa—dan sebaliknya

dan mengutip pikiran-pikiran dari kepala
orang-orang yang beku dalam buku-buku

sementara dia yang kalian duga aku, yang kalian
tuduh berniat menjatuhkan negara ke bumi, tidak
pernah berpikir untuk menikah. dia tidak percaya
institusi. semua institusi, termasuk pengadilan ini
dan pernikahan, cuma mulut-mulut lain negara
yang lihai melumat mulut rakyat sendiri

kemudian aku mesti mengatakan berulang kali
hal-hal yang bisa dikabarkan koran di rubrik
hiburan—untuk dikaburkan keriuhan publik

iya. aku sembunyi di riuh kafe, ketika orang
yang kalian sangka aku sedang menuliskan
puisi ini. aku sibuk memikirkan cara mencuri
istriku yang dicuri pria lain dan barang-barang
mewah. aku selalu berusaha menikmati kesedihan
dengan menghabiskan batang-batang rokok, kopi
pahit juga malam yang terus berjaga-jaga
seperti para peronda yang selalu curiga

dan ini yang seolah-olah intinya


aku tidak punya waktu memikirkan negara
yang tidak matang tapi siap jatuh membusuk
ke bumi, yang mungkin akan tumbuh menjadi
negara mati. bilik penjara tidak pernah ampuh
membunuh kesedihan—dan dia yang kalian
sangka aku akan tetap menulis puisi ini, puisi
yang tidak pernah selesai ini

dan diakhiri dengan sedikit memohon...


sungguh, kalian betul-betul keliru. tuan-tuan
salah tangkap. maka, tolonglah, bebaskan aku.
agar aku segera bisa dengan riang melanjutkan
kesedihan

semoga mereka percaya semua ini. jika tidak,
pada sidang selanjutnya aku harus membela
dengan membelah diri menjadi lebih banyak.
tetapi, ah, mereka tahu, sisi paling menarik
dari keyakinan adalah dusta
 
posted by m aan mansyur 
http://pecandubuku.blogspot.com/2010_06_01_archive.html

Tidak ada komentar: