Ita Windasari

istriku. azan magrib mengulum matamu. alismu rebah terbangun. rambutmu yang magrib lelap di leherku. kuhikmati ranumnya seperti menyuntuki batubatu tasbih. merah di luar kamar bercengkerama di keningmu. matamu terbuka seumpama fajar terluka. bilal mengundang ke perjamuan magrib. menyantap sumsum alfatiha dan anggur arrahman.

Senin, 22 November 2010

Angin Merah


Surono

tiga tangisan tiga letusan meleleh di wajahmu
dari lereng merapi merayap ke lembah-lembah mati
cairan api meranggaskan tanah merampungkan nyawa
air matamu longsoran mata air lava

di balik dinding vulkanologi, matamu menangkap rahasia warna tembaga
menangisi keindahan awan panas, katamu
alam menandaskan keraguan menjadi abu
dan langit membukakan pintu alamat mati
sebagian menjauh memberi jalan bagi perjalanan lava
sebagian yang lain dikafani abu
dalam dinginnya maut

katamu, kita telah mereguk ribuan butir air
menghirup keikhlasan udara
memanen kesegaran pohon-pohon
maka berilah jalan bagi penyucian ini
jika tak, kita dikutuk jadi abu batu
jadi patung lava

tiga tangisan tiga letusan meleleh di wajahmu
di matamu berkelebat angin merah, berkibar di langit yogyakarta.
tak ada juru kunci
bagi segala penjuru pintu
karena kunci itu, katamu
ada di jantung masing-masing
manusia

Kendari,  14—20 November 2010

Tidak ada komentar: